Allah Subhannahu wata’ala berfirman:
لايكلف الله نفسا الاؤسعها لهاماكسبت ؤعليهامااكتسبت
“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai kesanggupanya.”
(QS. Al Baqoroh: 286)
Kadang beralasan dengan ayat di atas, banyak orang tidak mau memiliki impian yang tinggi dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapainya. Merasa tidak mampu dan usaha yang minim, menyebabkan lemahnya daya juang untuk mencapai keberhasilan yang lebih tinggi.
Standar batas kesanggupan yang di tetapkan terlalu rendah. Hal seperti tulah yang menyebabkan usaha sebagian orang menjadi rendah.
Ada sebuah kisah, seorang syaikh yang sudah tua di tanya oleh murid-muridnya: “Ya Syaihk apa yang di maksud Firman Allah Subhannahu wata’ala, “Allah Ta’alla tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai kesanggupanya.”
Maka syaikh tersebut mengajak murid-muridnya ke tanah lapang. Kemudian beliau berkata kepada murid-muridnya; “Akan saya tunjukan kepada kalian, maksud dari ayat yang kalian tanyakan tadi.”
Kemudian syaikh yang sudah tua tersebut, lari mengelilingi lapangan dengan semangat dan sekencang-kencangnya. Beliau menggunakan seluruh tenaga yang ia miliki. Walaupun sudah kelihatan kepayahan dengan nafas yang sudah terengah-engah, syaikh yang sudah tua tersebut lari sekuat tenaga. Beliau terus lari dan tidak menyerah sedikitpun. Akhirnya syaikh tersebut jatuh pingsan.
Setelah siuman dan keadaanya menjadi lebih baik, murid-muridnya berkata kepada syaikhnya;
“Ya Syaikh engkau larinya terlalu memaksakan diri, sehingga engkau jatuh pingsan.”
“Itulah batas maksimal kesanggupan yang kita miliki.” Jawab syaikh untuk memberi bersemangat kepada murid-muridnya.
Syaikh tersebut ingin menunjukan standar kesanggupan yang harus dimiliki oleh murid-muridnya. Kadang-kadang orang menetapkan standar pencapaian sukses terlalu rendah. Merasa tidak mampu, bahkan banyak yang menganggap dirinya rendah, tidak layak memiliki impian yang tinggi. Lebih parahnya suka mengedepankan label-label tentang kekurangan yang ada pada dirinya, dari pada mengedepankan potensi dan kelebihanya.
Syaikh tersebut ingin menginspirasi kepada murid-muridnya, bahwa menggunakan seluruh kemampuan yang ada, baik tenaga pikiran dan harta merupakan kesungguhan secara total untuk mencapai target yang akan di capai.
Orang lebih senang di beri contoh dan perlu bukti, dari pada sekedar ucapan. Setelah ada bukti orang akan percaya dan mau mengikuti. Orang sukses, kebanyakan akan menjadi figur untuk diikuti. Ia bagaikan pemimpin, walaupun tidak melalui pemilihan. Kegigihanya, kesungguhanya dan keberanianya dalam menghadapi berbagai rintangan telah membuktikan, ia layak diikuti. Orang sukses akan menginspirasi orang -orang yang berada disekitarnya.
Kini ada dua pilihan bagi anda, menjadi orang pertama atau menjadi pengekor atau mencontoh yang sudah ada. Bisa juga kita katakan, kita ingin menjadi inspirator atau pengekor. Dengan kata lain kita ingin menjadi pelaku pertama atau pengikut, setelah ada yang memulai lebih dulu.
Biasanya pengekor itu tidak banyak memiliki ide atau gagasan. Ia berani action setelah melihat orang lain sukses melakukanya. Akhirnya iapun juga menjadi orang yang tertinggal. Ketika pemain pertama sudah lebih dahulu memulai dan merasakan sukses, maka pemain kedua baru akan memulai. Dimanapun tempatnya menjadi pemain pertama lebih disukai oleh orang lain.
Menjadi pemain pertama sama halnya sebagai pencetus yang penuh keberanian, kretifitas dan kemandirian, merdeka dalam berfikir dan menentukan masa depanya sendiri. Segalanya tidak akan berubah begitu saja, harus ada perjuangan untuk memperolehnya. Keadaan tidak akan berubah sebelum kita sendiri yang merubahnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhannahu wata’ala:
ان الله لايغير مابقؤم حتى يغيرؤاماب نفسهم
Artinya; “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum hingga mereka mengubahnya sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Ayat di atas menginspirasi banyak orang, untuk melakukan perubahan baik untuk dirinya maupun suatu kaum ke arah yang lebih baik. Sebaiknya jika impian itu benar dan baik serta di jalan Allah Subhannahu wata’ala, maka tidak ada lagi keraguan dan ketakutan di dalamnya.
Curahan kebaikan, kenikmatan, kehidupan yang enak Allah Subhannahu wata’ala untuk hamba-Nya teramat banyak. Allah Subhannahu wa Ta’alla tidak menghilangkan nikmat tersebut, sampai manusia sendiri yang merubahnya dengan kekufuran. Karena perbuatan kufur kepada Allah Subhannahu wata’ala, maka Allah cabut nikmat tersebut.
Sebaliknya jika kondisi seorang hamba, dari maksiat menuju ketaatan kepada Allah Subhannahu wata’ala, niscaya Allah akan merubah kondisi yang menyelimuti sebelumnya dari kesengsaraan menuju pada kebaikan dan kebahagiaan serta rahmat.
Jika Allah Subhannahu wata’ala telah berkehendak, maka tidak ada yang bisa mencegahnya. Maka kehendak-Nya adalah sebuah kepastian dan pasti terjadi. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kemauan dan usaha yang nyata. Semua berawal dari diri kita. Jika kita menhendaki kesuksesan, maka kita sendiri yang merubah dari malas menjadi rajin. Dari yang tadinya banyak keluh kesah, harus berubah semakin antusias dan penuh semangat dan optimis.
Intinya kitalah yang memulai berubah, jika kita ingin hidup kita berubah untuk sukses. Semua berawal dari diri kita, dan kita juga yang akan merasakan segala jerih payah yang kita kerjakan. Keberhasilan akan selalu diraih oleh orang -orang yang selalu selalu berusaha meraihnya.