Agar kita semakin yakin dengan impian kita, dan berusaha dengan sungguh-sungguh, untuk mewujudkan impian, maka menyampaikan impian pada orang lain sangat besar manfaatnya. Ketika orang telah memiliki impian dan masih menyembunyikan untuk dirinya, biasanya masih setengah – setengah dalam mengusahakanya. Akan berbeda ketika impian tersebut telah disampaikan kepada teman – temanya. Bahkan impian tersebut telah banyak diketahui oleh banyak orang. Ia akan lebih bersemangat dalam memperjuangkan impian tersebut.
Ada kisah yang menarik dan bisa kita ambil manfaatnya. Mari kita simak kisah yang menginpirasi dari generasi ke generasi. Kisah yang menakjubkan, dan selalu menarik untuk selalu didengar ini disampaikan oleh Syaikh Dr Abdurrahman Ra’fat Basya dalam kitabnya Shuwaru min Hayah at-Tabi’in. Kitab ini telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh penerbit At-Tibyan. Mari segera kita simak kisah yang menginspirasi dari generasike generasi, hingga zaman kita sekarang ini.
“Mentari pagi yang memancarkan benang-benang keemasan di pagi di atas Baitul Haram. Seakan menyapa ramah sekelompok para shahabat Rasulullah salallahu’alaihi wassallam yang sedang berada di pelataran Baitul Haram. Di sana ada tokoh-tokoh yang tengah mengagungkan pemilik Baitul Haram dengan tahlil dan takbir.
Tampak mereka berkelompok-kelompok mengelilingi serambi Baitul Haram yang berdiri tegak dan kokoh. Suasana yang semakin membuat keakraban persaudaraan mereka. Mereka saling berbagi cerita dan tidak bercanda yang mengandung dosa. Diantara halaqah tersebut, ada empat remaja gagah, tampan rupawan, muka yang berseri-seri, berpakaian rapi dan bersih seperti hatinya. Mereka berasal dari keluarga mulia. Kepiawaian mereka seolah enjadi bagian dari perhiasan Baitul Haram.
Keempat remaja itu adalah Abdullah bin Zubair bersama saudaranya Mus’ab bin Zubair. Tidak ketinggalan dua saudaranya lagi yaitu Urwah bin Zubair dan Abdul Malik bin Marwan. Semakin lama pembicaraan mereka semakin serius. Salah satu dari mereka ada yang mengusulkan, supaya masing-masing diantara mereka saling mengungkapkan cita-cita yang diimpikanya.
Kini impian mereka semakin melambung di alam luas. Terbang mengelilingi birunya langit mengelilingi hasrat mereka yang sedang tumbuh mekar. Impian tinggi yang lepas menembus batas cakrawala.
Mulailah Abdullah bin Zubair menyampaikan cita-citanya, “Cita-citaku adalah menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya.”
Mendengar saudaranya telah memulai mengungkapkan cita-citanya, maka saudaranya Mus’ab juga angkat bicara, “Keinginanku adalah bisa menguasai dua wilayah Irak dan tidak ada merongrong wilayah kekuasaanku.”
Dua remaja telah mengungkapkan cita-citanya. Kini Abdul Malik bin Marwan mulai angkat bicara, “Baiklah, jika kalian berdua merasa sudah cukup dengan itu, saya tidak akan puas sebelum bisa menguasai seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Muawiyah bin Abi Sufyan.”
Tinggal Urwah bin Zubair masih diam seribu Bahasa. Tidak sepatah katapun keluar suara dari mulutnya. Ketiga saudaranya sudah saling mengungkapkan cita-cita yang mereka impikan. Salah satu dari mereka membujuk Urwah agar segera mengungkapka cita-citanya. “Bagaimana denganmu wahai Urwah? Apa yang menjadi cita-citamu? Biar kami bertiga mendengar, sesungguhnya apa yang engkau cita-citakan.”
Akhirnya Urwah bin Zubair mulai angkat bicara, “Semoga Allah Subhannahu Wata’alla memberkahi semua cita-cita dari urusan dunia kalian. Sedang aku ingin menjadi alim (orang berilmu dan mengamalkan ilmunya), sehingga orang –orang akan mengambil ilmu tentang Rabb-nya, sunnah nabinya, dan fiqih dariku. Kemudian Allah Subhannahu Wata’alla mengampuni saya dan memudahkan saya masuk surga.”
Waktu terus berputar tak kenal lelah. Hari berganti hari, bulan silih berganti begitu cepat. Sampai pada saatnya Abdullah bin Zubair dibai’at menggantikan Yazid bin Mu’awiyah untuk menjadi khalifah. Abdullah bin Zubair menjadi hakim atas Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan dan Iraq. Akhirnya beliau terbunuh di Ka’bah, tidak jauh dari tempat mengungkapkan cita-citanya dahulu.
Kisah Mus’ab bin Zubair, beliaupun telah dibai’at. Impianya untuk menjadi khalifah telah terwujud. Wilayah kekuasaanya di Iraq, seperti yang beliau cita-citakan. Dalam mempertahankan kekuasaanya akhirnya beliau juga terbunuh.
Bagaimana kisah Abdul Malik bin Marwan? Setelah Abdullah bin Zubair dan saudaranya Mus’ab bin Zubair gugur maka Abdul Malik menjadi khalifah. Beliaupun menjadi raja terbesar pada jamanya.
Selanjutnya mari kita ikuti kisah Urwah bin Zubair. Setahun sebelum berakhirnya masa khilafah Umar bin Khatab, beliau dilahirkan. Ayahnya diberi gelar oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam dengan “Hawariyyu” (pembela). Ayah Urwah bin Zubair adalah orang pertama yang menghunus pedangnya dalam islam. Ayahnya juga termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga.
Ibu Urwah adalah orang yang mendapat gelar dzatun nithaqin (pemilik dua ikat pinggang), yaitu Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq. Berarti Urwah bin Zubair, cucu dari kalifah Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam.
Untuk mewujudkan impian yang telah ikrarkan, Urwah bin Zubair sangat gigih dalam memperjuangkan impianya tersebut. Satu per satu, sisa-sisa para shahabat nabi yang masih hidup beliau datangi. Beliau menimba ilmu dari para shahabat. Rumah para sahabat beliau datangi, sholat di belakang mereka, juga menhadiri majelis-majelisnya.
Urwah bin Zubair meriwayatkan hadist dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tzabit, Abu Ayyub Al-Anshari, Usamah bin Zaid, Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Nu’man bin Basyir juga mengambil faedah ilmu dari bibinya Aisyah radhiyallahu’anha. Urwah bin Zubair akhirnya meraih impianya, sampai beliau berhasil menjadi satu diantara tujuh ahli fiqih Madinah. Ilmunya menjadi sandaran kaum muslimin dalam urusan agama.
Tidak hanya kaum muslimin pada umumnya yang menimba faedah ilmu dari Urwah bin Zubair. Para pemimpin yang shalih banyak meminta pertimbangan kepada beliau baik urusan agama maupun pemerintahan. Urwah bin Zubair adalah sosok orang alim. Waktu musim panas beliau membiasakan puasa, waktu malam yang sangat dingin beliau membiasakan shalat malam. Lidahnya senantiasa basah dengan dzikir kepada Allah Subhannahu wata’ala. Semenjak remaja hingga wafatnya beliau menghatamkan seperempat Al qur’an setiap siang, baik dengan hafalan maupun membaca.
Urwah bin Zubair pernah melihat seseorang yang shalat dengan secepat kilat. Setelah selesai dipanggilnya orang tersebut, “Wahai anak saudaraku, apakah engkau tidak memerlukan apa-apa dari Rabb-mu Yang Mahasuci? Demi Allah, saya memohon kepada Robb-ku sampai dalam urusan garam.”
Selain alim, Urwah bin Zubair juga dikenal ringan tangan dan dermawan. Beliau memiliki sebidang kebun yang cukup luas. Di dalamnya banyak tumbuh pohon kurma yang banyak dan rindang dengan buahnya yang begitu lebat. Di dalam kebun tersebut ada sebuah sumur dengan airnya yang jernih dan segar. Manakala buah telah masak dan membuat orang yang melewati kebun tersebut berhasrat ingin menikmati buahnya, maka dibukalah beberapa pintu kebun tersebut. Setiap orang yang melewati kebun tersebut dipersilahkan masuk dan menikmati buah dan meminum air sumur yang segar.
Urwah bin zubair bersuyukur kepada Allah Subhannahu wata’ala atas karunia yang begitu besar. Menjadi ahli ilmu yang alim, dan memiliki kedermawanan. Beliau selalu membaca surah Al Kahfi ayat 39.
ؤلؤلااذدخلت جنتك قلت مشاءالله لاقؤةالابالله انترن انا اقل منك ما لاؤؤلدا
“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, “Masyaa Allah, laa quwwata illa billah” (sesungguhnya atas kehendak Allah semua itu terwujud. Tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)
(QS. Al-Kahfi:39)
Kisah ini menginsipari kita, menyampaikan impian kepada orang lain bukan hal yang buruk. Bukan bentuk kesombongan, bahkan bermanfaat membuat kita semakin termotivasi, karena impian kita sudah diketahimoleh orang lain. Kita akan lebih bersemangat uintuk merealisasikan impian kita. Karena impian kita sudah didengar oleh orang lain. Ada rasa malu jika impian kita tidak terwujud. Rasa malu ini yang semakin mendorong kita untuk terus bergerak dengan mengerahkan segala kemampuan kita.
Bahkan orang lain yang mendengar impian yang kita miliki, akan termotivasi, kemudian terpengaruh dengan impian kita. Jika impian yang kita miliki itu baik, orang lain akan senang dan bisa jadi, mengikuti langkah kita. Selain itu jika kita sampaikan kepada orang lain, maka mereka akan mendoakan kita.
Biasanya jika kita telah menyampaikan impian kepada orang lain, kita akan tambah semangat. Rasa optimis semakin meningkat, sehingga membawa sugesti kepada diri kita. Maka langkah menuju sukses semakin mantap dan cepat. Karena orang lain sudah mengetahui impian kita, maka perjuangan untuk menggapai impian tersebut seolah mendapat dorongan atau support. Dukungan dari orang lain juga kita butuhkan, sebagai tenaga tambahan.